Cinta Kerja Harmoni


Thursday, December 27, 2012

POSISI DAN KIPRAH PEREMPUAN MINANGKABAU







PENDAHULUAN
Kondisi umum perempuan terlihat bahwa kualitas hidup perempuan dibanding laki – laki masih rendah hal ini terlihat dari 1). Bidang pendidikan, Kesempatan memperoleh pendidikan diberikan kepada seluruh warga Negara, baik laki-laki maupun perempuan, baik normal maupun yang memiliki kebutuhan khusus. Persentase melek huruf berumur  10 tahun ke atas menurut jenis kelamin di propinsi Sumatera Barat untuk laki-laki 98,24 % sementara untuk perempuan adalah 96,07% (Wilis R, 2012). Persentase penduduk di daerah perkotaan sudah lebih banyak yang melek huruf dibandingkan dengan di pedesaan baik untuk laki-laki maupun perempuan, walaupun perbedaannya tidak terlalu signifikan. Masih perlu ditingkatkan berbagai program dan kegiatan  yang ditujukan untuk pemberantasan buta huruf pada kelompok perempuan. Semakin tinggi angka melek huruf perempuan, berarti akan semakin meningkat dan terbukanya peluang bagi perempuan untuk memperoleh wawasan, informasi dan pengetahuan yang lebih luas, sehingga dengan sendirinya akan meningkatkan jumlah perempuan yang berkualitas. 2). Bidang Ekonomi Rumah Tangga, Berdasarkan data susenas 2009, Kepala rumah tangga laki-laki di Sumatera Barat adalah 83,84% sementara kepala rumah tangga perempuan hanya 16.16%. Data Kemensos, menunjukkan bahwa pada setiap kota dan kabupaten di Propinsi Sumatera Barat ditemukan kepala keluarga miskin. 3). Bidang Kesehatan, Kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu hal yang menjadi perhatian penting dalam pembangunan dibidang kesehatan. Selain itu, tingkat partisipasi politik perempuan masih di bawah 30% seperti yang diamanatkan UU. No. 13 tahun 2004, Peranan dan keikutsertaan perempuan dalam kegiatan sosial dan lingkungan hidup masih rendah, kurangnya partisipasi dan kontribusi perempuan dalam sektor perekonomian keluarga dan masyarakat.


SISTEM MATRILINEAL
Sistem matrilineal adalah sistem yang mengatur kehidupan dan ketertiban suatu masyarakat yang terikat dalam suatu jalinan kekeberatan menurut garis keturunan ibu. Dalam sistem matrilineal, seorang anak laki-laki atau perempuan merupakan anggota dari kaum ibunya dan ayah tidak dapat memasukkan anaknya ke dalam kaumnya sebagaimana yang berlaku dalam sistem patrilineal. Oleh karena itu, waris dan pusaka diturunkan kepada anggota atau kelompok keluarga dari garis keturunan ibu.

Sistem matrilineal mempunyai ciri sebagai berikut:

  • Keturunan dihitung menurut garis keturunan ibu
  • Suku terbentuk menurut garis keturunan ibu
  • Perkawinan bersifat matrilokal, suami mengunjungi rumah istrinya
  •  Hak dan pusaka diwariskan oleh mamak (paman) kepada kemenakan (keponakan) atau dari saudara laki-laki ibu kepada anak dari saudara perempuan

Perempuan Minangkabau dianggap sebagai sumber kearifan yang tinggi (the ultimate source of wisdom) sebagaimana cukup terkenal dalam ungkapan adatnya, perempuan adalah (a) amban puro; pemegang kunci harta pusaka;  (b) unduang unduang ke Madinah, payung panji ke dalam surga; dan  (c) ka-pai tampek batanyo, ka-pulang tampek babarito artinya semua keputusan yang akan diambil harus di musyawarahkan dulu dengannya; Amban puro adalah sejenis tas terbuat dari kain untuk menyimpan uang “pura”. Hampir semua orang tua Minangkabau yang perempuan mempunyai puro. “Perempuan adalah pemelihara kesejahteraan rumah tangga”, suatu tradisi yang berurat-berakar dalam kehidupan sehari-hari. “Pelindung ke Madinah”, maksudnya pengantar ke Tanah Suci, dan “payung panji ke dalam surga” artinya “sebelum pergi tempat bertanya dan ketika sudah pulang tempat berberita atau memberitahukan”. Dalam konteks ini, otoritas relatif berada di tangan perempuan tua (ibu dan nenek) yang bertindak sebagai pengontrol kekuasaan.

Sistem kekerabatan ini tetap dipertahankan masyarakat Minangkabau hingga sekarang, bahkan selalu disempurnakan sejalan dengan usaha penyempurnaan adatnya, terutama dalam kehidupan sehari – hari. Oleh karena itu, peranan penghulu maupun ninik mamak dalam kaitan bermamak berkemenakan sangatlah penting, bahkan peranan mereka dapat dikatakan sebagai faktor penentu dan juga indikator apakah mekanisme sistem matrilineal berjalan semestinya atau tidak.

Pada dasarnya sistem matrilineal tidak hanya untuk mengangkat atau memperkuat peranan perempuan, tetapi sekaligus menjaga dan melindungi harta pusaka suatu kaum dari kepunahan, baik rumah gadang maupun tanah pusaka dan sawah ladang, terutama pusako tinggi, sedangkan harta yang boleh dibagi termasuk dalam pusako rendah.

Dalam sistem matrilineal, perempuan diposisikan sebagai pengikat, pemelihara, dan penyimpanan harta kekayaan sebagaimana diungkapkan dalam pepatah adat amban puruak atau tempat penyimpanan. Perempuan menerima bersih hak dan kewajibannya didalam adat yang diputuskan sebelumnya oleh ninik mamak. Diharapkan dengan adat ini terjamin kehidupan dan keselamatannya dalam kondisi bagaimanapun juga.

Hingga saat ini, peranan perempuan minang dalam tatanan budaya hampir tidak berubah. Akan tetapi, dalam aspek ekonomi, peranan dan posisi perempuan bergeser dari sektor domestik ke sektor publik. Perubahan ini perlu dicermati dan disiasati agar perempuan tetap berada dalam posisi strategis dalam pelestarian nilai-nilai budaya minangkabau, antara lain terkait asset komunal, tanah ulayat dan sistem produksi komoditas padi, serta makin tetap kompetitif berkiprah di sektor publik sesuai dinamika perubahan zaman.

PENDIDIKAN TINGGI DAN PEKERJAAN BARU
Perempuan yang berpendidikan di zaman kolonial masih terbatas jumlahnya. Setelah terbentuknya pendidikan nasional, setiap anak dimungkinkan untuk bersekolah dan mendapat kesempatan untuk menambah pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Dengan bersekolah, mereka akan mendapatkan pekerjaan dan kedudukan yang lebih baik, sehingga berpengaruh terhadap posisi perempuan di Minangkabau.

Seperti diketahui, ajaran islam mempengaruhi status perempuan di Minangkabau. Pekawinan justru menguatkan ikatan relasi antara suami dan istri. Hukum islam digunakan dalam aturan perkawinan dan perceraian. Pada tahun 1980an ajaran islam digunakan dalam penyusunan kembali tatanan masyarakat yang sangat suka dengan kehidupan gaya barat. Perempuan tampaknya berperan penting baik secara moral, sosial maupun sebagai ibu dan istri. Perempuan Minang memiliki keberanian dengan tradisinya dan dipromosikan sebagai reformis yang melayani komoditasnya sesuai dengan tingkat pendidikannya dan ada yang bekerja di luar rumah. Interpretasi dan ekspresi dalam masyarakat islam berubah dari waktu ke waktu dan dapat digunakan sebagai inspirasi dan rasional bagi perempuan itu sendiri.

PEREMPUAN DALAM OTONOMI DAERAH
Nagari adalah unit terkecil pemerintahan di Sumatera Barat. Sistem pemerintahan nagari telah lama disarankan oleh tokoh masyarakat Minangkabau karena sistem pemerintahan desa dianggap tidak cocok lagi. Undang-undang No. 22 Tahun 1999 memberikan peluang untuk merealisasikan keinginan tersebut.

Gerakan perempuan Minangkabau belum banyak terlibat dalam pelaksanaan otonomi daerah di Sumatera Barat. Sebenarnya banyak posisi yang dapat ditempati perempuan dalam pemerintahan nagari kecuali dibidang akademisi, LSM dan Bundo Kanduang. Hal ini disebabkan oleh tidak solidnya organisasi-organisas perempuan dan mereka lebih banyak memfokuskan kegiatan kepada hal-hal yang bersifat mikro seperti majeis taklim dimasjid (Dahlan S, 2005).

Di delapan nagari di empat Kabupaten di Sumatera Barat yang mewakili daerah pegunungan (darek) dan perantauan menunjukkan bahwa perempuan lebih banyak terlibat dalam jasa ekonomi informal, seperti arisan (julo-julo) yakni sebesar 50.5% sedangkan dalam jasa bank dan koperasi masing-masing 41.5% dan 38.0%. Di bidang Sosial, yang banyak dilakukan perempuan adalah takziah dan pengajian, masing-masing 57.5 % dan 50.0%, sementara kegiatan PKK, Kesenian dan remaja masjid lebih sedikit. Keterlibatan perempuan dalam kegiatan sosial, baik dalam bentuk sasaran atau ide, tenaga, makanan dan materi lainnya lebih sedikit. Dibidang budaya, yang paling banyak diikuti perempuan adalah hajatan (75.5%), baik dalam bentuk tenaga maupun materi. Bundo kanduang tampaknya belum banyak dilibatkan dalam pemerintahan nagari. Keberadaan organisasi ini masih bersifat simbolis, bukan sebagai penentu kebijakan bagi kemajuan nagari (Fatmariza et al, 2002)

Hubungan konsep kepemimpinan di Minangkabau dalam keluarga, Nagari dan Negara, dan pengaruhnya terhadap politik 

Perempuan Minangkabau bertindak sebagai pengontrol pengambilan keputusan dalam keluarga dan kekerabatan. Meskipun posisi itu bukan posisi formal, namun sangat besar pengaruhnya, keputusan politik apapun yang diambil di Nagari selalu menunggu persetujuan perempuan yang bergelar Bundo Kandung.  Bundo Kandung adalah perempuan yang bijaksana, berwibawa, perempuan teladan yang berpandangan luas, berpengalaman dan berpendidikan. Pada saat ini Pemerintah Daerah sebenarnya telah memasukkan secara formal institusi Bundo Kandung dalam legislatif Nagari berdasarkan UU Otonomi Baru UU No. 32/2004 pasal (5), (12), (25) tapi belum diefektifkan. Dalam masyarakat, afiliasinya dengan unit masyarakat yang paling mendasar adalah keluarga, yang mengikatnya kepada kegiatan politik.  Keluarga merupakan salah satu unit sistem yang juga ikut berpartisipasi dalam mewujudkan maksud dan tujuan negara, tidak terpisah dari bidang politik. Konsep kepemimpinan, dalam hal ini kepemimpinan dalam kekerabatan sebagai pengontrol kekuasaan juga merupakan konsep kepemimpinan politik; the personal is political.

Pandangan masyarakat  Minangkabau yang berdasarkan falsafah alam takambang jadi guru, tidak ada kelas atas dan bawah, tidak mengakui pembedaan kelas bawah dan kelas atas seperti yang terjadi di Barat.  Alasannya, karena dua hal ini merupakan wilayah kerja yang terpisah, tetapi saling melakukan intervensi. Ketika seorang perempuan mengemban tanggung jawabnya di dalam wilayah keluarga tidak berarti bahwa dia harus menjadi seorang ibu saja, seorang isteri saja, atau anak perempuan saja, sehingga dia hanya sibuk dengan tugas-tugas domestik tersebut dan terbelenggu dari aktivitas politiknya. Sebaliknya, ketika dia berada di dalam wilayah keluarga, dia dapat berpartisipasi dalam dua jenis pekerjaan: mendidik dan mengubah suasana politik.  Dalam buku ilmu politik Barat, terdapat pemisahan antara institusi keluarga dan  institusi negara, namun dalam masyarakat Minangkabau keluarga adalah bagian tak terpisahkan dari Unit Nagari, Nagari bagian dari pemerintahan yang lebih tinggi, dapat bertindak sebagai kontrol roda pemerintahan yang lebih tinggi tersebut.

PEREMPUAN MINANGKABAU DI MASA DEPAN
Sistem matrilineal telah menempatkan perempuan pada posisi yang mengharuskannya berpikir lebih luas, bijaksana dan tegas terhadap putusan-putusan yang akan diambil. Perempuan Minangkabau selalu berpikir bahwa dirinya adalah seorang mande (ibu), pusat dari segala kelahiran dan keturunan, kepemilikan asset kaum (sako pusako) yang harus dipertahankan. Mereka terbuka menerima pikiran-pikiran ke depan, tetapi selektif dan arif terhadap pemikiran-pemikiran baru. 
Dibidang politik, perlu disosialisasikan Pengarus Utamaan Gender (PUG) kepada pimpinan-pimpinan partai politik dan para pengambil kebjakan di lembaga pemerintahan. Hal ini dmaksudkan agar di masa yang akan datang perempuan dapat berpartisipasi aktif dibidang politik sehingga kuota 30% perempuan di parlemen dapat terpenuhi.

Pemerintah telahmeratifikasi konvesi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan sesuai Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. Salah satu tujuan dari RPJPN 2005 - 2025 itu, yakni pemberdayaan perempuan dan anak, meningkatkan kualitas hidup perempuan, kesejahteraan, penurunan kekerasan terhadap perempuan, eksploitasi dan diskriminasi. 




DAFTAR BACAAN
Fatmariza, 2002. Partisipasi perempuan dalam pembangunan nagari. Kerja sama Lembaga Penelitian UNP dengan Badan Penelitian Pengembangan Propinsi Sumatera Barat. Padang.

Dahlan S, 2005. Posisi dan Kiprah Perempuan dalam Tatanan Sosial, Budaya, dan Ekonomi Minangkabau dalam Tanah Ulayat dan Budaya Padi Minangkabau. Prosiding Seminar Tanah Ulayat dalam Perspektif Budaya Padi dan Ketahanan Pangan.Bukittinggi, 27-28 Agustus 2004 Jakarta: Yayasan Padi Indonesia.

. Idris Nurwani, 2010. Peran Politik Perempuan dalam Sistem Martilineal di Minangkabau, Sumatera Barat. Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik Volume 22, Nomor 3:195-205

Wilis Ratna, 2012. Pengembangan Nagari Prima Dalam Prespektif Pemberdayaan Perempuan Di Sumatera Barat. Makalah dalam workshop pengembangan Model Kawasan Rumah Pangan Lestarib(MKRPL) Propinsi Sumatera Barat tanggal 30 November 2012




No comments:

Post a Comment