PENDAHULUAN
Kondisi
umum perempuan terlihat bahwa kualitas hidup perempuan dibanding laki – laki masih
rendah hal ini terlihat dari 1). Bidang pendidikan, Kesempatan memperoleh
pendidikan diberikan kepada seluruh warga Negara, baik laki-laki maupun
perempuan, baik normal maupun yang memiliki kebutuhan khusus. Persentase melek
huruf berumur 10 tahun ke atas menurut
jenis kelamin di propinsi Sumatera Barat untuk laki-laki 98,24 % sementara
untuk perempuan adalah 96,07% (Wilis R, 2012). Persentase penduduk di daerah
perkotaan sudah lebih banyak yang melek huruf dibandingkan dengan di pedesaan
baik untuk laki-laki maupun perempuan, walaupun perbedaannya tidak terlalu
signifikan. Masih perlu ditingkatkan berbagai program dan kegiatan yang ditujukan untuk pemberantasan buta huruf
pada kelompok perempuan. Semakin tinggi angka melek huruf perempuan, berarti
akan semakin meningkat dan terbukanya peluang bagi perempuan untuk memperoleh
wawasan, informasi dan pengetahuan yang lebih luas, sehingga dengan sendirinya
akan meningkatkan jumlah perempuan yang berkualitas. 2). Bidang Ekonomi Rumah
Tangga, Berdasarkan data susenas 2009, Kepala rumah tangga laki-laki di
Sumatera Barat adalah 83,84% sementara kepala rumah tangga perempuan hanya 16.16%.
Data Kemensos, menunjukkan bahwa pada setiap kota dan kabupaten di Propinsi
Sumatera Barat ditemukan kepala keluarga miskin. 3). Bidang Kesehatan,
Kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu hal yang menjadi perhatian penting
dalam pembangunan dibidang kesehatan. Selain itu, tingkat partisipasi politik
perempuan masih di bawah 30% seperti yang diamanatkan UU. No. 13 tahun 2004,
Peranan dan keikutsertaan perempuan dalam kegiatan sosial dan lingkungan hidup
masih rendah, kurangnya partisipasi dan kontribusi perempuan dalam sektor perekonomian
keluarga dan masyarakat.
SISTEM MATRILINEAL
Sistem
matrilineal adalah sistem yang mengatur kehidupan dan ketertiban suatu
masyarakat yang terikat dalam suatu jalinan kekeberatan menurut garis keturunan
ibu. Dalam sistem matrilineal, seorang anak laki-laki atau perempuan merupakan
anggota dari kaum ibunya dan ayah tidak dapat memasukkan anaknya ke dalam kaumnya
sebagaimana yang berlaku dalam sistem patrilineal. Oleh karena itu, waris dan
pusaka diturunkan kepada anggota atau kelompok keluarga dari garis keturunan
ibu.
Sistem
matrilineal mempunyai ciri sebagai berikut:
- Keturunan dihitung menurut garis keturunan ibu
- Suku terbentuk menurut garis keturunan ibu
- Perkawinan bersifat matrilokal, suami mengunjungi rumah istrinya
- Hak dan pusaka diwariskan oleh mamak (paman) kepada kemenakan (keponakan) atau dari saudara laki-laki ibu kepada anak dari saudara perempuan
Perempuan Minangkabau dianggap sebagai
sumber kearifan yang tinggi (the ultimate source of wisdom) sebagaimana cukup
terkenal dalam ungkapan adatnya, perempuan adalah (a) amban puro; pemegang
kunci harta pusaka; (b) unduang unduang ke Madinah, payung panji ke dalam
surga; dan (c) ka-pai tampek batanyo, ka-pulang tampek babarito artinya
semua keputusan yang akan diambil harus di musyawarahkan dulu dengannya; Amban
puro adalah sejenis tas terbuat dari kain untuk menyimpan uang “pura”. Hampir
semua orang tua Minangkabau yang perempuan mempunyai puro. “Perempuan adalah
pemelihara kesejahteraan rumah tangga”, suatu tradisi yang berurat-berakar
dalam kehidupan sehari-hari. “Pelindung ke Madinah”, maksudnya pengantar ke
Tanah Suci, dan “payung panji ke dalam surga” artinya “sebelum pergi tempat bertanya
dan ketika sudah pulang tempat berberita atau memberitahukan”. Dalam konteks
ini, otoritas relatif berada di tangan perempuan tua (ibu dan nenek) yang
bertindak sebagai pengontrol kekuasaan.
Sistem
kekerabatan ini tetap dipertahankan masyarakat Minangkabau hingga sekarang,
bahkan selalu disempurnakan sejalan dengan usaha penyempurnaan adatnya, terutama
dalam kehidupan sehari – hari. Oleh karena itu, peranan penghulu maupun ninik
mamak dalam kaitan bermamak berkemenakan sangatlah penting, bahkan peranan
mereka dapat dikatakan sebagai faktor penentu dan juga indikator apakah
mekanisme sistem matrilineal berjalan semestinya atau tidak.
Pada
dasarnya sistem matrilineal tidak hanya untuk mengangkat atau memperkuat
peranan perempuan, tetapi sekaligus menjaga dan melindungi harta pusaka suatu
kaum dari kepunahan, baik rumah gadang
maupun tanah pusaka dan sawah ladang, terutama pusako tinggi, sedangkan harta yang boleh dibagi termasuk dalam pusako rendah.
Dalam
sistem matrilineal, perempuan diposisikan sebagai pengikat, pemelihara, dan penyimpanan
harta kekayaan sebagaimana diungkapkan dalam pepatah adat amban puruak atau tempat penyimpanan. Perempuan menerima bersih hak
dan kewajibannya didalam adat yang diputuskan sebelumnya oleh ninik mamak.
Diharapkan dengan adat ini terjamin kehidupan dan keselamatannya dalam kondisi
bagaimanapun juga.
Hingga
saat ini, peranan perempuan minang dalam tatanan budaya hampir tidak berubah.
Akan tetapi, dalam aspek ekonomi, peranan dan posisi perempuan bergeser dari sektor
domestik ke sektor publik. Perubahan ini perlu dicermati dan disiasati agar
perempuan tetap berada dalam posisi strategis dalam pelestarian nilai-nilai
budaya minangkabau, antara lain terkait asset komunal, tanah ulayat dan sistem produksi
komoditas padi, serta makin tetap kompetitif berkiprah di sektor publik sesuai
dinamika perubahan zaman.
PENDIDIKAN TINGGI DAN PEKERJAAN BARU
Perempuan
yang berpendidikan di zaman kolonial masih terbatas jumlahnya. Setelah terbentuknya
pendidikan nasional, setiap anak dimungkinkan untuk bersekolah dan mendapat
kesempatan untuk menambah pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Dengan
bersekolah, mereka akan mendapatkan pekerjaan dan kedudukan yang lebih baik,
sehingga berpengaruh terhadap posisi perempuan di Minangkabau.
Seperti
diketahui, ajaran islam mempengaruhi status perempuan di Minangkabau. Pekawinan
justru menguatkan ikatan relasi antara suami dan istri. Hukum islam digunakan
dalam aturan perkawinan dan perceraian. Pada tahun 1980an ajaran islam
digunakan dalam penyusunan kembali tatanan masyarakat yang sangat suka dengan
kehidupan gaya barat. Perempuan tampaknya berperan penting baik secara moral,
sosial maupun sebagai ibu dan istri. Perempuan Minang memiliki keberanian
dengan tradisinya dan dipromosikan sebagai reformis yang melayani komoditasnya
sesuai dengan tingkat pendidikannya dan ada yang bekerja di luar rumah.
Interpretasi dan ekspresi dalam masyarakat islam berubah dari waktu ke waktu
dan dapat digunakan sebagai inspirasi dan rasional bagi perempuan itu sendiri.
PEREMPUAN DALAM OTONOMI DAERAH
Nagari
adalah unit terkecil pemerintahan di Sumatera Barat. Sistem pemerintahan nagari
telah lama disarankan oleh tokoh masyarakat Minangkabau karena sistem pemerintahan
desa dianggap tidak cocok lagi. Undang-undang No. 22 Tahun 1999 memberikan
peluang untuk merealisasikan keinginan tersebut.
Gerakan
perempuan Minangkabau belum banyak terlibat dalam pelaksanaan otonomi daerah di
Sumatera Barat. Sebenarnya banyak posisi yang dapat ditempati perempuan dalam
pemerintahan nagari kecuali dibidang akademisi, LSM dan Bundo Kanduang. Hal ini
disebabkan oleh tidak solidnya organisasi-organisas perempuan dan mereka lebih
banyak memfokuskan kegiatan kepada hal-hal yang bersifat mikro seperti majeis
taklim dimasjid (Dahlan S, 2005).
Di delapan
nagari di empat Kabupaten di Sumatera Barat yang mewakili daerah pegunungan
(darek) dan perantauan menunjukkan bahwa perempuan lebih banyak terlibat dalam
jasa ekonomi informal, seperti arisan (julo-julo) yakni sebesar 50.5% sedangkan
dalam jasa bank dan koperasi masing-masing 41.5% dan 38.0%. Di bidang Sosial,
yang banyak dilakukan perempuan adalah takziah dan pengajian, masing-masing
57.5 % dan 50.0%, sementara kegiatan PKK, Kesenian dan remaja masjid lebih
sedikit. Keterlibatan perempuan dalam kegiatan sosial, baik dalam bentuk
sasaran atau ide, tenaga, makanan dan materi lainnya lebih sedikit. Dibidang
budaya, yang paling banyak diikuti perempuan adalah hajatan (75.5%), baik dalam
bentuk tenaga maupun materi. Bundo kanduang tampaknya belum banyak dilibatkan
dalam pemerintahan nagari. Keberadaan organisasi ini masih bersifat simbolis,
bukan sebagai penentu kebijakan bagi kemajuan nagari (Fatmariza et al, 2002)
Hubungan konsep kepemimpinan di
Minangkabau dalam keluarga, Nagari dan Negara, dan pengaruhnya terhadap politik
Perempuan Minangkabau bertindak
sebagai pengontrol pengambilan keputusan dalam keluarga dan kekerabatan.
Meskipun posisi itu bukan posisi formal, namun sangat besar pengaruhnya,
keputusan politik apapun yang diambil di Nagari selalu menunggu persetujuan
perempuan yang bergelar Bundo Kandung. Bundo Kandung adalah perempuan
yang bijaksana, berwibawa, perempuan teladan yang berpandangan luas,
berpengalaman dan berpendidikan. Pada saat ini Pemerintah Daerah sebenarnya
telah memasukkan secara formal institusi Bundo Kandung dalam legislatif Nagari
berdasarkan UU Otonomi Baru UU No. 32/2004 pasal (5), (12), (25) tapi belum
diefektifkan. Dalam masyarakat, afiliasinya dengan unit masyarakat yang paling
mendasar adalah keluarga, yang mengikatnya kepada kegiatan politik.
Keluarga merupakan salah satu unit sistem yang juga ikut berpartisipasi dalam mewujudkan
maksud dan tujuan negara, tidak terpisah dari bidang politik. Konsep
kepemimpinan, dalam hal ini kepemimpinan dalam kekerabatan sebagai pengontrol
kekuasaan juga merupakan konsep kepemimpinan politik; the personal is
political.
Pandangan masyarakat
Minangkabau yang berdasarkan falsafah alam takambang jadi guru, tidak ada kelas
atas dan bawah, tidak mengakui pembedaan kelas bawah dan kelas atas seperti
yang terjadi di Barat. Alasannya, karena dua hal ini merupakan wilayah
kerja yang terpisah, tetapi saling melakukan intervensi. Ketika seorang
perempuan mengemban tanggung jawabnya di dalam wilayah keluarga tidak berarti
bahwa dia harus menjadi seorang ibu saja, seorang isteri saja, atau anak
perempuan saja, sehingga dia hanya sibuk dengan tugas-tugas domestik tersebut
dan terbelenggu dari aktivitas politiknya. Sebaliknya, ketika dia berada di
dalam wilayah keluarga, dia dapat berpartisipasi dalam dua jenis pekerjaan:
mendidik dan mengubah suasana politik. Dalam buku ilmu politik Barat,
terdapat pemisahan antara institusi keluarga dan institusi negara, namun
dalam masyarakat Minangkabau keluarga adalah bagian tak terpisahkan dari Unit
Nagari, Nagari bagian dari pemerintahan yang lebih tinggi, dapat bertindak
sebagai kontrol roda pemerintahan yang lebih tinggi tersebut.
PEREMPUAN
MINANGKABAU DI MASA DEPAN
Sistem matrilineal telah menempatkan
perempuan pada posisi yang mengharuskannya berpikir lebih luas, bijaksana dan
tegas terhadap putusan-putusan yang akan diambil. Perempuan Minangkabau selalu
berpikir bahwa dirinya adalah seorang mande (ibu), pusat dari segala kelahiran
dan keturunan, kepemilikan asset kaum (sako
pusako) yang harus dipertahankan. Mereka terbuka menerima pikiran-pikiran
ke depan, tetapi selektif dan arif terhadap pemikiran-pemikiran baru.
Dibidang politik, perlu
disosialisasikan Pengarus Utamaan Gender (PUG) kepada pimpinan-pimpinan partai
politik dan para pengambil kebjakan di lembaga pemerintahan. Hal ini dmaksudkan
agar di masa yang akan datang perempuan dapat berpartisipasi aktif dibidang
politik sehingga kuota 30% perempuan di parlemen dapat terpenuhi.
Pemerintah telahmeratifikasi konvesi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan sesuai Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. Salah satu tujuan dari RPJPN 2005 - 2025 itu, yakni pemberdayaan perempuan dan anak, meningkatkan kualitas hidup perempuan, kesejahteraan, penurunan kekerasan terhadap perempuan, eksploitasi dan diskriminasi.
DAFTAR BACAAN
Fatmariza,
2002. Partisipasi perempuan dalam pembangunan nagari. Kerja sama Lembaga
Penelitian UNP dengan Badan Penelitian Pengembangan Propinsi Sumatera Barat.
Padang.
Dahlan S,
2005. Posisi dan Kiprah Perempuan dalam Tatanan Sosial, Budaya, dan Ekonomi
Minangkabau dalam Tanah Ulayat dan Budaya Padi Minangkabau. Prosiding Seminar
Tanah Ulayat dalam Perspektif Budaya Padi dan Ketahanan Pangan.Bukittinggi,
27-28 Agustus 2004 Jakarta: Yayasan Padi Indonesia.
. Idris
Nurwani, 2010. Peran
Politik Perempuan dalam Sistem Martilineal di Minangkabau, Sumatera Barat. Jurnal
Masyarakat Kebudayaan dan Politik Volume 22, Nomor 3:195-205
Wilis
Ratna, 2012. Pengembangan Nagari Prima Dalam Prespektif Pemberdayaan Perempuan
Di Sumatera Barat. Makalah dalam workshop pengembangan Model Kawasan Rumah
Pangan Lestarib(MKRPL) Propinsi Sumatera Barat tanggal 30 November 2012
No comments:
Post a Comment