Cinta Kerja Harmoni


Thursday, July 11, 2013

VERTIKULTUR: Alternatif Bertanam di Lahan Sempit

Vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat. Sistem ini cocok diterapkan di lahan-lahan sempit atau di pemukiman yang padat penduduknya. 

Kelebihan dari sistem pertanian vertikultur adalah : 1) efisiensi penggunaan lahan karena yang ditanam jumlahnya lebih banyak dibandingkan sistem konvensional, (2) penghematan pemakaian pupuk dan pestisida, (3) kemungkinan tumbuhnya rumput dan gulma lebih kecil, (4) dapat dipindahkan dengan mudah karena tanaman diletakkan dalam wadah tertentu, (5) mempermudah monitoring/pemeliharaan tanaman.

Jenis tanaman yang dapat ditanam secara vertikultur ini sangat banyak, biasanya dari komoditas sayuran, tanaman hias ataupun komoditas tanaman obat. Dari komoditas sayuran antara lain : sawi, kucai, pakcoi, kangkung, bayam, kemangi, caisim, seledri, selada bokor dan bawang daun. Budidaya tanaman sayuran secara vertikultur ini dapat dilakukan di pekarangan rumah untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan juga meminimalisirkan pengeluaran keluarga.

Model budidaya secara vertikultur dapat berupa : Model gantung, Model tempel, Model Tegak dan Model Rak.

Media Tanam :
     1. Media tanam berupa campuran pupuk kandang dan tanah dengan  perbandingan volume 1:1
      2. Masukan media tanam ke dalam talang air yang telah disiapkan.

Persemaian dan Penanaman :
1. Untuk tanaman kangkung dan bayam benih bisa langsung ditanam dalam media tanam talang air tersebut. Untuk tanaman cabai, terong, paprika, sawi benih harus disemaikan terlebih dahulu. Namun karena talang air berukuran kecil, jenis tanaman apa yang akan ditanam harus menjadi perhatian. Tanaman yang bisa ditanam biasanya tanaman daun antara lain bayam, kangkung dan sawi. 

 2. Cara persemaiannya adalah benih direndam dalam air hangat (± 50ÂșC) selama 1 (satu) jam. Semaikan benih-benih tersebut ke dalam media tanam berupa bak plastik atau tray, setelah tanaman mempunyai daun antara 4-5 helai, bibit bisa dipindahkan langsung ke dalam talang air tersebut. 

 3. Pemindahan bibit ke media talang air tersebut harus sangat hati-hati, usahakan tanah masih menempel pada akar tanaman. Lakukan penanaman pada sore hari atau pada pagi hari dengan membenamkan tanaman sampai batas leher akar.


Pemeliharaan :

 1. Penyiraman dilakukan sebanyak 2 (dua) kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari
 2. Penyulaman dilakukan bila ada tanaman yang mati
 3. Pemupukan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
 a.    Dengan mengunakan pupuk cair (NPK) lengkap sebanyak 1 (satu) gram dicairkan dalam 1 (satu) liter air lalu disemprotkan ke daun tanaman sebanyak 100-250 cc pertanaman atau tergantung umur tanaman dengan interval 1-2 minggu sekali.

b.    Dengan menggunakan NPK yang disiramkan pada media tanam bukan pada tanamannya. Dosis pupuk yang dianjurkan untuk fase pertumbuhan adalah 2 sendok makan NPK/10 liter air (1 ember) atau campuran urea + SP36 + KCl dengan perbandingan 2:1:1.
 4.  Pengendalian hama penyakit sebaiknya dilakukan secara konvensional/mekanik dengan cara mencabut atau menggunting tanaman yang terserang hama penyakit . Hindari pemakaian pestisida dan bila terpaksa gunakan pestisida yang selektif dan secara bijaksana. 

#Berbagai sumber

PUSPATANI ( PUSAT PELAYANAN PERTANIAN) SUMATERA BARAT: PEMBERDAYAAN MASYARAKAT TANI NAGARI SALIMPAUNG, KECAMATAN SALIMPAUNG, KABUPATEN TANAH DATAR


Tujuan utama kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Tani Melalui Pengembangan Agribisnis Ekorural Berbasis Participatory Rural Appraisal” adalah untuk meningkatkan pendapatan dan memperbaiki kesejahteraan petani dengan meningkatkan kapasitas, kualitas dan kemampuan untuk melakukan proses budidaya, pengelolaan limbah, akses modal, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian-peternakan melalui :
1.     Penyusunan Rencana Program Pemberdayaan dan Pengembangan Agribisnis Ekorural melalui Pengkajian dan Analisis yang mendalam terhadap Potensi Nagari;
2.     Pelatihan Penguatan Kelembagaan, Budidaya Pertanian-Peternakan, Pengolahan Hasil Pertanian-Peternakan dan Pelatihan Pengolahan Limbah Pertanian-Peternakan;
3.     Pembentukan Kelompok Usaha Agribisnis Ekorural Terpadu (KUAT) dan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Industri Rumah Tangga Pengolahan Hasil Pertanian-Peternakan;
4.     Pendampingan dan Pembinaan Budidaya, Pengelolaan Limbah serta Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian-Peternakan.

Bagi masyarakat di Nagari Salimpaung, kegiatan “Pemberdayaan Masyarakat Tani Melalui Pengembangan Agribisnis Ekorural Berbasis Participatory Rural Appraisal diharapkan dapat :
1.    Mendorong bangkitnya perekonomian desa;
2.    Menurunnya angka kerawanan sosial dengan meningkatnya pendapatan petani dan tumbuhnya kesempatan kerja di desa.
Agribisnis Ekorural merupakan kegiatan agribisnis pedesaan yang bertumpu pada peningkatan kualitas dan kapasitas sumberdaya manusia (SDM) petani di pedesaan yang jujur, amanah, profesional, partisipatif dan berwawasan lingkungan. Sehingga petani mampu menjadi Aktor Utama Pembangunan Pertanian Indonesia yang mengelola dan mengintegrasikan subsistem - subsistem agribisnis berkelanjutan melalui penguatan kelembagaan dan organisasi petani, teknik manajemen dan teknologi produksi pertanian/peternakan, aspek pembiayaan dan manajemen keuangan usaha tani, manajemen pengolahan hasil dan pemasaran, advokasi kebijakan serta penerapan nilai – nilai kearifan lokal.
Participatory Rural Appraisal memiliki tujuan jangka pendek untuk melaksanakan kegiatan bersama masyarakat dalam upaya memenuhi kebutuhan praktis dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk mencapai pemberdayaan masyarakat dan perubahan sosial dengan pengembangan masyarakat melalui proses pembelajaran. Maksudnya adalah memperkuat masyarakat, dengan cara menggerakkan dan mendorong agar masyarakat mampu menggali potensi dirinya dan berani bertindak memperbaiki kualitas hidupnya, dengan cara melalui pembelajaran yang terus-menerus dengan didamping oleh fasilitator.

Pelatihan
Pelatihan pengolahan hasil pertanian dan peternakan diantaranya pengolahan daging (pembuatan sosis, abon, dll), pengolahan susu (pasteurisasi, dadih, yogurt, dll) dan pengolahan hasil pertanian (berbagai produk olahan buah, pisang, sayur, ubi, dll). Pelatihan ini dilakukan untuk  meningkatkan keterampilan masyarakat terutama ibu-ibu petani dan remaja putri dalam hal proses pengolahan hasil pertanian dan peternakan sehingga akan terbentuk industri-industri rumah tangga berbasis pertanian-peternakan yang mampu memberikan keuntungan serta diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
Materi yang diberikan meliputi ; pengenalan produk-produk hasil pertanian yang sudah beredar dipasaran dan kemungkinan  pengembangan produk baru ; analisis bisnis; pengenalan manajemen proses produksi yang baik (SOP, GMP, HACCP, sanitasi, pengemasan, dan labelisasi); serta manajemen pemasaran yang meliputi bagaimana mencari celah-celah pasar dan teknik penjualan yang baik sehingga dapat menarik minat konsumen.

Target akhir dari pelatihan ini adalah terbentuknya Industri Rumah Tangga bertujuan untuk membentuk Kelompok Usaha Bersama (KUBE) industri rumah tangga yang mengolah sumberdaya lokal untuk meningkatkan nilai ekonominya sehingga mampu meningkatkan pendapatan rumah tangga dan kesejahteraan petani.

Galeri Kegiatan di Nagari Salimpaung, Kec. Salimpaung Kab. Tanah Datar

Wednesday, July 10, 2013

TEKNOLOGI BUDIDAYA SELADA

Selada (Lactuca sativa L.) merupakan sayuran daun yang berumur semusim dan termasuk dalam famili Compositae. Menurut jenisnya ada yang dapat membentuk krop dan ada pula yang tidak. Jenis yang tidak membentuk krop daun-daunnya berbenfuk "rosette". Warna daun selada hijau terang sampai putih kekuningan. Selada jarang dibuat sayur, biasanya hanya dibuat salad atau lalaban.



Persyaratan Tumbuh
Selada tumbuh baik di dataran tinggi (pegunungan). Di dataran rendah kropnya kecil-kecil dan cepat berbunga. Pertumbuhan optimal pada tanah yang subur banyak mengandung humus, mengandung pasir atau lumpur. Suhu yang optimal untuk tumbuhnya antara 15-20 0C, pH tanah antara 5-6,5. Waktu tanam terbaik adalah pada akhir musim hujan. Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau dengan pengairan atau penyiraman yang cukup.



Budidaya Tanaman
1. Benih
Beberapa jenis selada yang banyak dibudidayakan antara lain adalah :
  1. Selada mentega atau juga disebut selada bokor/selada daun. Bentuk kropnya bulat, akan tetapi lepas/keropos.
  2. Selada (heading lettuce) atau selada krop. Bentuk krop ada yang bulat ada pula yang lonjong/bulat panjang. Kropnva padat/kompak.

2. Persemaian
Biji dapat langsung ditanam di lapangan, tetapi pertumbuhan tanaman lebih baik melalui persemaian. Sebelum disemai, benih direndam dahulu dalam air hangat (500C) atau dalam larutan Previcur N (1 ml/l) selama satu jam. Benih disebar merata pada bedengan persemaian dengan media berupa campuran tanah + pupuk kandang/kompos (1:1), kemudian ditutup dengan daun pisang selama 2-3 hari. Bedengan persemaian diberi naungan/atap screen/kasa/plastik transparan. Persemaian ditutup dengan screen untuk menghindari serangan OPT. Setelah berumur 7-8 hari, bibit dipindahkan ke dalam bumbunan yang terbuat daun pisang/pot plastik dengan media yang sama (tanah + pupuk kandang steril). Penyiraman dilakukan setiap hari. Bibit siap ditanam di lapangan setelah berumur 3-4 minggu atau sudah memiliki empat sampai lima daun.

3. PengolahanTanah
Tanah dicangkul sedalam 20-30 cm. Kemudian diberi pupuk kandang kuda atau sapi + 10 ton/ha, diaduk dan diratakan. Kemudian tanah dibuat bedengan lebar 100-120 cm. Apabila benih akan di tanam langsung, maka dibuat alur/garitan dengan cangkul yang dimiringkan. Jarak antara garitan + 25 cm. Tetapi apabila benih disemaikan terlebih dahulu maka dibuat lubang tanam dengan jarak 25 cm x 25 cm atau 20 cm x 30 cm.

4. Penanaman
Penanaman secara langsung dilakukan dengan cara benih ditabur dalam garitan yang telah ditentukan. Jika melalui persemaian, bibit ditanam dengan jarak tanam seperti tersebut di atas, sehingga dalam satu bedengan dapat memuat 4 baris tanaman.

5. Pemupukan
Selain pupuk kandang, diperlukan pupuk nitrogen. Pada umur 2 minggu setelah tanam, pupuk N diberikan di dalam garitan sejauh + 5 cm dari tanaman. Kemudian pupuk ditutup dengan tanah. Dosis pupuk N + 60 kg N/ha atau 300 kg ZA/ha. Pupuk tersebut dapat diberikan dua kali dengan selang 2 minggu.

6. Pemeliharaan
Penjarangan dilakukan jika penanaman dilakukan secara langsung. Penyiraman dilakukan tiap hari sampai selada tumbuh normal (lilir), kemudian diulang sesuai kebutuhan. Bila ada tanaman yang mati, segera disulam dan penyulaman dihentikan setelah tanaman berumur 10-15 hari setelah tanam. Penyiangan dan pendangiran dilakukan bersamaan dengan waktu pemupukan pertama dan kedua.

7. Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)
OPT penting yang menyerang tanaman selada antara lain kutu daun (Myzus persicae) dan penyakit busuk akar karena Rhizoctonisap . Pengendalian OPT dilakukan tergantung pada OPT yang menyerang. Apabila diperlukan pestisida, gunakan pestisida yang aman sesuai kebutuhan dengan memperhatikan ketepatan pemilihan jenis, dosis, volume semprot  waktu, interval aplikasi dan cara aplikasi.

8. Panen dan Pascapanen
Tanaman selada dapat dipanen setelah berumur + 2 bulan. Panen dapat dilakukan dengan cara  mencabut batang tanaman dengan akar-akarnya atau memotong pangkal batang. Tanaman yang baik dapat menghasilkan + 15 ton /ha. Selada cepat layu, sehingga untuk menjaga kualitasnya, harus ditempatkan di wadah berisi air (biasa dilakukan di pasar tradisional).
  
Sumber Balitsa

MIKRO ORGANISME LOKAL (MOL)

PENDAHULUAN
Secara alami, proses pengomposan berlangsung lama (6-12 bulan), sampai bahan organik tersebut tersedia bagi tanaman (Isroi, 1994). Proses pengomposan dapat dipercepat dengan menggunakan mikroba penghancur (dekomposer) yang berkemampuan tinggi. Penggunaan mikroba dapat mempersingkat proses dekomposisi dari beberapa bulan menjadi beberapa minggu saja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan dekomposer BeKa, Stardec, Promi, dan EM-4 pada jerami padi membutuhkan waktu berturut-turut 35 hari, 30, hari, 32 hari, dan 36 hari untuk menjadi kompos. Sedangkan pada limbah ubikayu berturut-turut 23 hari, 21 hari, 23 hari, dan 25 hari (Barus dan Basri, 2010). Menurut Winaryu (2005) dalam Galileo (2007), penggunaan inokulan EM-4, kotoran kuda, dan limbah buah-buahan dalam proses pengomposan sampah kedelai membutuhkan waktu berturut-turut 25 hari, 35 hari, dan 30 hari. Sedangkan menurut Maria (2006) dalam Galileo (2007), pengomposan sampah organik menggunakan inokulan limbah pepaya dan EM-4 dengan konsentrasi 100 ml limbah pepaya membutuhkan waktu 36 hari dan konsentrasi 200 ml limbah papaya membutuhkan waktu 24 hari, dan tanpa perlakuan limbah pepaya membutuhkan waktu 45 hari.

Saat ini sedang dikembangkan pengelolaan limbah tanaman yang merupakan salah satu sampah organik yang dapat digunakan sebagai salah satu media biakan (inokulan) mikroba yang mampu mendegradasi bahan-bahan organik (Galileo, 2007). Pengelolaan Mikro Organisme Lokal (MOL) ini selain dapat digunakan sebagai dekomposer juga sebagai pupuk organik cair, dan lain-lain. Menurut Purwasasmita dan Kunia (2009), larutan MOL adalah larutan hasil fermentasi yang berbahan dasar berasal dari berbagai sumberdaya yang tersedia setempat. Larutan MOL mengandung unsur hara mikro dan makro dan juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan sebagai agen pengendali penyakit maupun hama.
 
Eksplorasi dan pengembangan MOL sangat mudah dilakukan, tinggal mengeksplorasi dari mana MOL tersebut akan dipilih.  Bonggol pisang, rebung, buah maja, buah-buahan masak, sayur-sayuran, isi bambu dan rumen  merupakan bahan lokal alternatif yang dapat digunakan sebagai sumber biakan. Selanjutnya MOL tersebut digunakan sebagai dekomposer untuk membuat pupuk organik. 
 
PROSES PEMBUATAN MOL
Proses pembuatan mol cara petani (Kelompok Lurah Sepakat Kab. Agam dan kelompok Fadhila Kabupaten Lima Puluh Kota - Sumatera Barat) :

1.    Mol Rumen Sapi








Bahan yang digunakan adalah rumen sapi, gula merah (2 Kg) dan air kelapa (10 L). caranya yaitu, ke dalam air kelapa dimasukan gula merah yang telah di cincang halus, masukan rumen, tutup wadah, kemudian aduk rata, dan difermentasi selama 1 minggu.  
 
2. Mol Keong
 







Bahan yang digunakan adalah keong (5 Kg), gula merah (1 Kg) dan air kelapa (10 L). cara pembuatanya itu keong yang telah di pukul-pukul sampai pecah, di campurkan dengan gula merah yang juga ditumbuk halus, masukan/campurkan dengan air kelapa, aduk rata, tutup wadah dengan plastik, dan fermentasi selama 15 hari.  
 
3. Mol Buah
 
 
 




Bahan yang digunakan adalah buah-buahan (5 Kg), gula merah (1 kg) dan air kelapa (10 L). Cara pembuatan yaitu buah-buahan, gula merah di tumbuk halus, kemudian di campur dengan air kelapa, masukan kedalam wadah tertutup (jerigen), aduk rata dan fermentasi selama 15 hari.  
 
4 . Mol Rebung
 
 





Bahan yang digunakan rebung yang telah diparut (5 Kg), gula merah di tumbuk halus (1 Kg), dan air kelapa (10 L).  cara pembuatan yaitu rebung dan gula merah di masukan ke dalam air kelapa, kemudian tutup rapat wadah dengan plastik dan fermentasi selama 15 hari.  
 
5. Mol Mikroba II
 
 




MikrobaI :
Bahannya adalah nasi yang di masak 1/3 matang (1 Kg). cara pembuatanya yaitu nasi dimasukan kedalam bambu yang telah dipotong sedemikian rupa, bambu di isi dengan nasi 2/3 bagian (jangan terlalu penuh), kemudian bambu diikat erat, dan diletakkan dirumpun bambu, dan ditutup dengan sampah-sampah rumpun bambu, fermentasi selama 4 hari. 

Mikroba2 :
Bahannya adalah 1 kg Mikroba I ditambah dengan gula merah 1 kg dihaluskan sampai rata, dan difermentasi 1 minggu.
  
 
DAFTAR PUSTAKA

1.      Barus, J.dan E. Basri. 2010. Keragaan Hasil Analisis Kompos Berbahan Baku Insitu. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Tepat Guna Agroindustri Polinela 2010. Bandar Lampung, 5-6 April 2010;261-266 hlm.

2.   Galileo. 2007. Pengaruh limbah toma tdan EM-4 terhadap percepatan pengomposan sampah organik. http://blogspot.com/tag/enlpercepatan. Diunduh pada tanggal 22 Mei 2007. 

3.      Isroi. 1994. Peranan mikrobiologi tanah dalam meningkatkan ketersediaan hara. Kyusei Nature Farming Societies. Vol: OS/IKNFS/II. Jakarta.

 

Friday, March 22, 2013

Membersamai dan Mendampingi Model Kawasan Rumah Pangan Lestari dan Perkembangannya di Kota Sawahlunto




MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL)
     Pada prinsipnya, M-KRPL adalah percontohan pemanfaatan pekarangan secara optimal dengan berbagai jenis tanaman (tanaman pangan, sayuran, buah, toga, ikan) dan ternak secara lestari untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga, mengembangkan ekonomi produktif, serta menciptakan lngkungan hijau yang bersih dan sehat secara mandiri. Tujuannya adalah mewujudkan kemandirian pangan keluarga, penganekaragaman pangan berbasis sumberdaya lokal, konservasi tanaman pangan untuk masa depan, serta peningkatan kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Perbedaan M-KRPL dengan program pemanfaatan pekarangan lainnya adalah adanya upaya untuk menjaga keberlanjutan program dengan dibangunnya kebun bibit pada setiap lokasi desa/kelurahan.


 
M-KRPL KOTA SAWAHLUNTO
     Kelompok Wanita Tani (KWT) Lansek Manih, Kelurahan Talawi Mudik sebagai pelaksana kegiatan M-KRPL di Kota Sawahlunto dipercaya sebagai satu-satunya pelaksana sejak November 2011 lalu dan berlanjut sampai sekarang. Pemilihan KWT ini tidak terlepas dari persyaratan yang ada untuk mencapai keberhasilan, yakni rumahtrangga dalam satu kawasan yang kelompoknya sudah terbentuk, partisipasi anggota dapat diandalkan dan lokasi mudah dikunjungi, sehingga replikasinya dapat terlaksana dengan cepat.
     Selain itu, pemilihan lokasi dan kelompok juga sesuai dengan kesepakatan antara Dinas Pertanian dan Perkebunan melalui kegiatan P2KP dan Program Sapu Bersih Kemiskinan yang dicetuskan oleh Pemerintah Kota Sawahlunto.
     Desa Talawi Mudik merupakan salah satu desa dari tujuh desa di Kecamatan Talawi. Luas desa mencapai 876 ha, terdiri dari 4 Rukun Warga (RW).  Luas lahan pemukiman mencapai 15% dari luas desa, dengan jumlah penduduk 2.587 orang (75 KK).
 

IMPLEMENTASI
     Sebagai kegiatan percontohan fasilitas yang disediakan bagi kelompok sasaran rumahtangga peserta lebih bersifat stimulus guna memancing partisipasi aktif dan motivasi masyarakat. Dalam bentuk fisik, BPTP Sumbar menyediakan Kebun Bibit Desa (KBD), bibit sayuran dan buah, tanah dan pupuk kandang, rak vertikultur, polibag dan pot, serta sarana pendukung lainnya agar sarana fisik tersebut berfungsi dengan baik. Jenis bibit sayuran antaranya bawang merah, terong, cabe, tomat, caisim, seledri, kacang panjang, dan selada, sedangkan bibit buah terdiri dari mangga, buah naga, pepaya, jambu biji, sirsak, dan belimbing, serta toga.
     Bimbingan dan pendampingan teknis maupun kelembagaan dilakukan bersama oleh peneliti/penyuluh, penyuluh pendamping, dan Dinas Pertanian dan Perkebunan Kota Sawahlunto secara berkala sesuai kebutuhan.

PELATIHAN KELOMPOK SASARAN
     Materi pelatihan yang diberikan tidak hanya mencakup teknis pembibitan dan budidaya tanaman pada media vertikultur, polibag/plot atau langsung di tanah, tetapi juga dengan materi pengolahan hasil.  Salah satu bentuk pengolahan bahan pangan adalah menggunakan bahan baku ubijalar ungu yang dihasilkan sendiri oleh KWT. Aneka produk yang dihasilkan adalah stik ubijalar, kue mangkok, dan es krem.  Peragaan proses pengolahan hasil dari ubijalar tersebut tidak hanya diikuti oleh anggota KWT Lansek Manih semata, tetapi juga dari M-KRPL Sijunjung, kota Solok, Kab. Solok, Kab. Tanah Datar dan kelompok wanita lain di Kota Sawahlunto dan menjadikan lokasi ini sebagai objek kunjungan.
     Sebaliknya, terkait dengan peningkatan kapasitas,dan motivasi, KWT Lansek Manih telah melakukan studi banding ke Balitbutrop, KP Balitro Laing dan BPTP Sumatera Barat, guna melihat dari dekat keragaan sumber benih/bibit tanaman buah, toga, dan sayuran yang mereka pakai.
 
UPAYA PENGEMBANGAN
     Rangkaian kegiatan M-KRPL diawali dengan kegiatan sosialisasi, penetapan kelompok sasaran, identifikasi potensi lahan pekarangan, perencanaan pemanfaatan, implementasi teknologi sesuai strata lahan, pendampingan, monitoring dan evaluasi, serta pengembangan (replikasi). Khusus untuk implementasi, keberadaan dan fungsi KBD dalam penyediaan benih/bibit menjadi kunci keberlanjutan. Bibit yang dihasilkan oleh kelompok dari KBD tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga peserta, lebih jauh juga bisa dipersiapkan untuk mengantisipasi permintaan untuk pengembangan.
 

Beberapa indikator keberhasilan dan pengembangan antara lain terlihat dari keragaan tanaman dalam kawasan, dibangunnya KBD baru, meningkatnya rumahtangga peserta dari 15 menjadi 66, adanya inisiatif peserta dalam menambah populasi tanaman dengan memperbanyak media tanam (polibag), banyaknya pengunjung dan mulai adanya replikasi secara terbatas di komplek perumahan.
Respon positif dari pemerintahKota Sawahlunto adalah memfasilitasi sebanyak 37 KBD melalui Dinas Pertanian dan Perkebunan Kota Sawahlunto dengan dukungan ini diharapkan keberlanjutan kegiatan ini dapat tercapai (milah dan tim mkrpl Sawahlunto 2012)