PENDAHULUAN
Secara umum pekarangan rumah di Indonesia merupakan
bagian yang sangat penting dari kepemilikan lahan secara keseluruhan. Menurut FAO (2013) dan Mazumdar dan Mazumdar (2012) pekarangan rumah dapat didefinisikan sebagai sistem
pertanian yang menggabungkan antara fungsi sosial, spiritual dan ekonomi. Pada fungsi sosial, pekarangan merupakan
lahan yang dapat digunakan untuk pertemuan, bermain
anak-anak dan taman. Sedangkan fungsi ekonomi diartikan
bahwa lahan pekarangan merupakan suatu agroekosistem yang dapat digunakan untuk
memproduksi berbagai sumber pangan, bahan energi, dan serat (Calvet-Mir et al., 2012) sehingga dapat digunakan untuk menambah pendapatan dengan cara menanam tanaman pangan, obat dan pohon-pohon serta dengan
cara memelihara hewan dan ikan. Menurut Davies
et al. (2009) pekarangan rumah juga merupakan sumber daya untuk keanekaragaman
hayati dan situs penting untuk konservasi in
situ dalam ecozones
(Trinh et al., 2003).
Menurut Menpan (dalam
Riri, 2013) lahan pekarangan yang dapat dimanfaatkan
untuk bercocok tanam ± 10 juta hektar. Melihat potensi lahan pekarangan yang demikian luas, sejak dua tahun lalu
pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertanian, membuat program Kawasan Rumah
Pangan Lestari (KRPL). Program
ini memaksimalkan sekecil apa pun lahan pekarangan rumah untuk ditanami dengan tanaman
pangan, seperti sayur-sayuran, buah, serta tanaman obat; program ini
dilaksanakan untuk mendukung program ketahanan pangan. Keberhasilan program
ini diapresiasi oleh FAO (2013) dengan memberikan penghargaan “Award Outstanding Progress
in Fighting Hunger and Undernourishment" kepada Indonesi sebab Indonesia
juga bisa memenuhi target pertama agenda pembangunan global (MDGs/Millenium Development Goals (MDGs) dimana tujuan pertama dari MDGs adalah bahwa pada tahun 2015 nanti setiap negara diharapkan mampu untuk
menurunkan kemiskinan
dan kelaparan separuh dari kondisi awal pada tahun 1990. Program ini diharapkan
juga akan memenuhi Angka Kecukupan Energi (AKE) ketersediaan, yang semula 2.200
kkal/kap/hr menjadi 2.400 kkal/kap/hr dan konsumsinya dari 2.000 kkal/kap/hr
menjadi 2.150 kkal/kap/hr (Anonimous,
2012).
Di Sumatera Barat luas lahan pekarangan mencapai 84.247 ha yang tersebar di
12 kabupaten dan 7 kota.
Potensi yang cukup besar ini merupakan salah satu sumber
potensial penyedia bahan pangan yang bernilai gizi dan memiliki nilai ekonomi
tinggi, misalnya tanaman
sayur dan buah. Dengan termanfaatkannya lahan pekarangan
dengan baik, diharapkan konsumsi sayur dan buah akan meningkat sehingga
meningkatkan pula pola pangan harapan (PPH) masyarakat (Ariani, 2010); demikian
pula pada masyarakat Sumabr, karena menurut DKP (2009), di Indonesia propinsi-propinsi
dengan prevalensi sangat rawan pangan <10% pada tahun 2008
selain Bali salah
satunya adalah provinsi Sumbar (7.4%).
Untuk
mendukung program tersebut, Badan Litbang Pertanian melalui Balai
Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP) beserta Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
di seluruh provinsi Indonesia melaksanakan pendampingan maupun
penelitian/pengkajian M-KRPL di kab/Kota di Sumatera Barat. Salah satunya
pendampingan KRPL Kota Bukittinggi.
Kawasan
Rumah Pangan Lestari (KRPL) adalah rumah-rumah dalam suatu kawasan yang memanfaatkan pekarangannya
secara intensif dengan prinsip ramah lingkungan untuk :
n
pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga,
n
peningkatan
pendapatan keluarga
n
peningkatkan kesejahteraan
Sekecil
apapun pekarangan bisa kita manfaatkan dengan melakukan penataan lahan
pekarangan. Pekarangan merupakan sebidang tanah
darat yang terletak langsung di sekitar rumah tinggal dan jelas batas-batasnya,
karena letaknya di sekitar rumah, maka pekarangan merupakan lahan yang mudah
diusahakan oleh seluruh anggota keluarga dengan memanfaatkan waktu luang yang
tersedia. Pemanfaatan pekarangan yang baik dapat mendatangkan berbagai manfaat
antara lain:
1. Sumber
pangan, sandang dan papan penghuni rumah
2. Sumber
plasma nutfah dan ragam jenis biologi,
3. Lingkungan
hidup bagi berbagai jenis satwa,
4. Pengendali
iklim sekitar rumah dan tempat untuk kenyamanan,
5. Penyerap
karbondioksida dan penghasil oksigen,
6. Tempat
resapan air hujan dan air limbah keluarga ke dalam tanah,
7. Melindungi
tanah dari kerusakan erosi
8. Tempat
pendidikan bagi anggota keluarga
PENATAAN
PEKARANGAN
Pekarangan
merupakan lahan di sekitar rumah, karena itu pemanfaatan pekarangan bukan hanya
mempertimbangkan hasil, tapi juga perlu mempertimbangkan aspek keindahan. Pemilihan
komodits, luas lahan pekarangan dan kemudahan dalam pemanfaatan hasil.KEINDAHAN
Sebagai
acuan, penataan pekarangan dapat dilakukan sebagai berikut:1. Halaman depan
(buruan):, tanaman hias, pohon buah, tempat bermain anak, bangku taman, tempat
menjemur hasil pertanian 2. Halaman samping (pipir): tempat jemur pakaian,
pohon penghasil kayu bakar, bedeng tanaman pangan, tanaman obat, kolam ikan,
sumur dan kamar mandi3. Halaman belakang (kebon): bedeng tanaman sayuran,
tanaman bumbu, kandang ternak, tanaman industry
POTENSI
PENGEMBANGAN
Komoditi
yang diusahakan dipekarangan sebaiknya disesuaikan dengan kesesuaian komoditi
dengan daerah yang bersangkutan, peluang pasar, dan nilai guna meliputi: 1.
Tanaman pangan: umbi-umbian, kacang-kacangan, sayuran, buah-buahan,
bumbu-bumbuan, obat 2. Tanaman bernilai ekonomi tinggi: buah, sayuran, hias
(bunga potong, tanaman pot, tanaman taman, anggrek) 3. Ternak: ternak unggas
hias, ternak petelur, ternak pedaging , 4. Ikan: ikan hias, ikan produksi
daging, pembenihan dll.
PELAKSANAAN
PEMANFAATAN PEKARANGAN
Pekarangan
sering juga disebut sebagai warung hidup, apotek hidup, lumbung hidup maupun
bank hidup.
Sebagai
Warung Hidup
Pekarangan
yang berfungsi sebagai warung hidup adalah pekarangan yang dimanfaatkan dengan
menanami dengan tanaman, ternak maupun ikan yang dapat dipanen untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Warung hidup diartikan agar pekarangan menghasilkan yang
biasa dibeli sehari-hari dari warung. Untuk pelaksanaannya pekarangan dapat
ditanami berbagai jenis tanaman sayuran seperti; bayam, kangkung, mentimun,
kacang panjang, terung, sawi dll, tanaman bumbu/ rempah seperti; jahe, kencur,
kunyit, serei dll, ternak penghasil daging dan telur seperti; ayam, itik dll, maupun
ikan seperti lele, nila dsb.
Sebagai
Apotek Hidup
Dapat pula
pekarangan berfungsi sebagai apotek hidup, dimana pekarangan ditanami berbagai
jenis tanaman yang dapat dijadikan obat keluarga (TOGA). Tanaman obat keluarga
tersebut diantaranya adalah; sembung, saga, tapak dara, mahkota dewa, daun
dewa, brotowali, temu-temuan, mengkudu, mangkokan, meniran, dll.
Sebagai
Lumbung Hidup
Dalam
memenuhi kebutuhan karbohidrat, pekarangan dapat berfungsi sebagai lumbung
hidup, dimana pekarangan ditanami dengan tanaman palawija yang banyak mengadung
karbohidrat, seperti ubikayu, ubijalar, jagung, talas dll. Pada masa lalu,
ketika masih ada musim “paceklik” dimana masa belum panen padi, peran
pekarangan sebagai lumbung hidup ini sangat berarti sekali, sebagai pengganti
padi/ beras pekarangan dapat menghasilkan jagung maupun umbi-umbian yang dapat
dimasak sebagai pengganti nasi untuk konsumsi bahan makanan pokok.
Sebagai Bank
Hidup
Pekarangan
dapat pula berfungsi sebagai bank hidup, dimana pekarangan yang ditanami
tanaman keras/ tahunnan yang dapat menghasilkan uang, tanaman ini merupakan
investasi jangka panjang, yakni pekarangan yang ditanami tanaman buah-buahan
seperti; rambutan, durian, sukun, mangga, belimbing, salak, lengkeng, alpukat
maupun tanaman kayu seperti albasiah, mahoni, jati dll.
Dalam
mengelola lahan pekarangan sebaiknya kita menyusun suatu perencanaan penataan
lahan pekarangan sehingga areal lahan yang akan dikelola dapat dimanfaatkan
secara optimal dan produktif secara berkelanjutan.
PERENCANAAN
POLA/ MODEL PEMANFAATAN PEKARANGAN
Berikut
panduan perencanaan dalam upaya pemanfaatan lahan pekarangan:
1.
Pengolahan Lahan (Tanah) Tahap ini
merupakan tahap awal dalam berkebun. Lahan perlu dibersihkan dari tanaman liar.
Upayakan pembersihan lahan tidak menggunakan bahan kimia karena residunya dalam
tanah akan mengurangi produktivitas tanah. Bila tanah berwarna gelap dan
gembur, kita hanya perlu memberikan pupuk tambahan pada saat penanaman.
Sedangkan bila tanah berwarna agak terang, pucat, dan padat maka kita perlu
mengolahnya secara intensif dengan mencangkul untuk mengemburkan tanah
dilanjutkan dengan memberikan pupuk organik (pupuk kandang atau kompos) dan
pupuk kimia (TSP, KCl, dan Urea maupun NPK) secara berimbang.
2.
Menentukan Jenis Tanaman
Pilihlah
jenis tanaman yang bermanfaat bagi keperluan rumah tangga baik untuk obat atau
kesehatan keluarga (sembung, saga, tapak dara, mahkota dewa, daun dewa,
brotowali, sambiloto, temu-temuan, mengkudu, mangkokan, meniran) dan keperluan
dapur (cabe, tomat, sayuran; bayam, kangkung, mentimun, kacang panjang, terung,
sawi) serta pelengkap gizi keluarga (dengan menanam pepaya , pisang , jeruk dan
ternak ayam, itik serta ikan). Untuk tujuan estetika, pilihan tanaman yang
memiliki figure menarik yakni berbagai jenis/ macam tanaman hias lainnya.
3.
Menentukan Tata Letak Tanaman
Dipandang
dari sudut pandang habitatnya, pada prinsipnya semua tanaman memerlukan sinar
matahari yang cukup sepanjang hari. Tempatkan jenis-jenis yang berukuran kecil
mulai dari bagian Timur dan tempatkan jenis tanaman yang berukuran besar
seperti buah-buahan di bagian sebelah Barat. Hal ini dimaksudkan agar jenis
tanaman yang besar tidak menaungi/ menghalangi sinar matahari terhadap tanaman
yang kecil. Demikian pula kerapatan dan populasi tanaman perlu diperhatikan
karena mempengaruhi efisiensi penggunaan cahaya matahari serta persaingan antar
tanaman dalam menggunakan air dan unsur hara. Aturlah tata letak sedemikian
rupa yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan misalnya jangan sampai
menghalangi jalan masuk, menghalangi pandangan, dan sebagian tanaman atau
kotoran masuk ke areal kebun tetangga.
Dari segi
estetika, penempatan tanaman yang berukuran lebih kecil seperti tanaman hias
sebaiknya ditanam di pekarangan paling depan, tanaman buah-buahan sebaiknya
ditanam dibelakang atau dipinggir letak bangunan rumah. Jemuran pakaian juga
perlu mendapat perhatian penempatannya, jangan sampai didepan rumah, usahakan
dihalaman bagian belakang.
Dan apabila
dari sudut pandang kesehatan, penempatan kandang ternak sebaiknya di halaman
bagian belakang.
Secara garis
besar area atau daerah taman pekarangan pada umumnya dapat dibagi menjadi:
a. Daerah umum (public area).
Taman yang
kita buat dimaksudkan pada area ini selain dilihat dan dinikmati oleh penghuni
rumah juga oleh siapa saja yang lewat di depan atau disekitar rumah kita.
b. Daerah kesibukan (service area).
Taman yang
kita buat pada area ini adalah untuk kesibukan penghuni rumah, misalnya tempat
mencuci pakaian, mencuci piring atau lainnya. Pada area inipun dapat ditanam
tanaman bumbu-bumbuan, sayur-sayuran atau tempat menanam tanaman obat-obatan.
Begitu pula tempat anak-anak bermain.
Biasanya
daerah ini diletakkan dekat dapur, dengan maksud bila mau ambil tanaman bumbu
pada saat sedang memasak mudah dan dekat sehingga tidak memerlukan waktu yang
lama, jadi masakannya tidak menjadi hangus. Begitupula tempat anak-anak bermain
diletakkan didaerah ini, dengan maksud ibu atau pembantu rumah tangga atau
penghuni rumah yang lainnya sambil bekerja, setiap saat dapat mengawasi
anak-anak yang sedang bermain. Apalagi tiba-tiba ada anggota keluarga
memerlukan tanaman obat-obatan, terutama pada malam hari dapat dengan mudah dan
aman mengambilnya.
c. Daerah pribadi (private area).
Daerah ini
kita buat taman yang khusus untuk pribadi, misalnya tempat ibu atau bapak
menanam tanaman hobbinyam trmpat"bertukang", melakukan penelitian
yang paling hemat, aman, setiap saat dapat diamati. Daerah pribadi ini biasanya
disediakan disamping rumah.
d. Daerah famili (family area).
Daerah ini
dapat dibuat taman untuk kepentingan keluarga, atau tempat berolah raga, atau
tempat keluarga berkumpul, camping dan lainnya. Jangan lupa memikirkan tempat
anak-anak dikala remaja bersantai. Taman untuk keluarga ini diberi tempat yang
strategis dipekarangan bila pekarangannya luas.
Jadi dalam
menentukan bentuk/ model pola pemanfaatan pekarangan akan berbeda satu sama
lain, tergantung luas lahan pekarangan, luas dan bentuk serta tata letak
bangunan rumah, jenis tanaman yang sudah ada maupun yang akan ditanam, keadaan
ekonomi, keadaan lingkungan serta keinginan untuk mengelola dan memanfaatkan
pekarangan secara maksimal.
4.
Pemeliharaan
Tahap
pemeliharaan baik untuk lahan maupun tanaman merupakan hal yang harus selalu
diperhatikan. Penyiangan dilakukan dengan membersihkan lahan dari rumput-rumput
liar, bertujuan untuk mencegah kompetisi nutrisi tanaman dari tanah selain
untuk kebersihan dan keindahan. Sisa-sisa tanaman dan rumput sebaiknya
dikeringkan lalu dikubur ke dalam tanah dalam-dalam karena dapat meningkatkan
kesuburan tanah. Sisa tanaman ini dapat juga diproses untuk dijadikan pupuk
organik atau kompos. Pemberian air dengan cara penyiraman secara kontinyu
sangat penting terutama pada tanaman yang berumur muda dan baru tumbuh, untuk
selanjutnya aktivitas penyiraman ini dapat disesuaikan dengan kondisi
lingkungan lahan pekarangan apakah kekeringan atau basah (lembab). Salah satu
upaya untuk mempertahankan ketersediaan air di lahan pekarangan adalah dengan
membuat kolam.
Pembagian
Srata Pekarangan
Pekarangan
perkotaan:
•
Tanpa pekarangan (rumah
tipe 21 dengan luas lahan
±36 m2),
•
Pekarangan sempit (rumah
tipe 36 dengan luas lahan ± 72 m2)
•
Pekarangan sedang (rumah
tipe 45 dengan luas lahan ± 90 m2)
•
Pekarangan luas (rumah
tipe 54 dengan luas lahan ± 120 m2)
Pekarangan
pedesaan
•
Pekarangan sempit (tanpa
halaman)
•
Pekarangan sedang (luas <120 m2)
•
Pekarangan luas (luas 120-400 m2)
•
Pekarangan sangat luas(luas >400 m2)
Strata,
model budidaya, dan basis komoditas (Kota)
No
|
Lahan
|
Model
Budidaya
|
Basis
Komoditas
|
1.
|
Kota: Rumah type 21 (Total lahan sekitar 36 m2),
Desa: lahan sangat sempit
|
|
|
|
|
||
2.
|
Kota: Rumah Tipe 36 (Total lahan sekitar 72 m2)
Desa:Luas < 120 m2)
|
|
|
|
|
||
3.
|
Kota: Rumah Tipe 45
(Total lahan sekitar 90 m2)
Desa: Lahan dg luas
120-400 m2
|
·
Vertikultur
(model gantung, rak dan tempel)
|
·
Sayuran : Sawi, Caisin, Bayam, Kangkung, Kemangi,
Seledri, Selada
·
Toga: Kencur, Sambiloto, Jahe merah, Binahong
|
·
Pot/
polibag / tanam langsung
·
Buah
|
·
Sayuran: Cabe, Terong, Tomat, Kecipir, Kacang panjang, Mentimun, Bayam,
Kangkung
·
Toga: Jahe, Kencur, Kunyit, Kumis Kucing, Sirih
Hijau/Merah, Pegagan, Lidah Buaya, Sambiloto, Temulawak.
·
Pepaya, Jambu biji, Srikaya, Sirsak, Belimbing
|
||
·
Kolam
mini
|
Pemeliharaan
ikan : Lele/Nila/Gurami
|
||
4.
|
Kota: Rumah Tipe 54
(Total lahan sekitar 120 m2)
Desa:
lahan dg luas > 400
m2
|
·
Vertikultur
(model gantung, rak dan tempel)
|
·
Sayuran: Sawi, Bayam, Kangkung, Caisin, Seledri, Selada
·
Toga: Kencur, Jahe merah, Binahong
|
·
Pot/polibag/tanam
langsung
·
Buah
|
·
Sayuran: Cabe, Terong, Tomat, Kecipir, Kacang panjang,
Mentimun, Buncis Tegak
·
Toga: Jahe, Kencur, Kunyit, Temulawak, Sirih Hijau/Merah,
Pegagan, Lidah Buaya,
·
Pepaya, Jambu biji, Belimbing, Sirsak
|
||
·
Kolam
|
·
Pemeliharaan ikan: Lele/Nila/Gurami
|
||
·
Ternak
Unggas
|
·
Ayam
buras /itik (dikandangkan)
|
||
5.
|
Intensifikasi pagar
|
·
Multi
strata
|
Tanaman pagar
|
6.
|
Intensifikasi lahan kantor, desa, sekolah
dan fasilitas umum lainnya
|
·
Pot,
bedengan, tanam langsung
|
Tanaman sayuran, buah dan pagar
|
7.
|
Kebun bibit desa
|
·
Pot,
rak, tanam langsung, bedengan
|
Tanaman pagar, sayuran, ternak, dll
|
Model Budidaya dan Contoh Penataan Pekarangan
PENGELOLAAN KEBUN BIBIT DESA (KBD)
Ø
Untuk
memenuhi kebutuhan bibit anggota
Ø
Peserta adalah rumahtangga atau kelompok
rumah tangga dalam satu Rukun Warga atau satu dusun/kampung.
Ø
Pendekatan
partisipatif
Ø
Dari, oleh, dan untuk kepentingan para
anggota kelompok itu sendiri.
Persyaratan dan pengelolaanya
•
Terletak
dalam kawasan
•
Lahan
cukup luas, dekat sumber air
•
Dikelola
secara berkelompok tetapi ada penanggung jawabnya
•
Dekat
tempat tinggal pengelola sehingga pengontrolannya mudah
•
Dikelilingi
dengan pagar agar aman
Bangunan
Rumah Pembibitan
•
Ukuran:
3x6 m², tinggi 2,5 m
•
Kontruksi
dari bambu/kayu,
•
Dinding dikelilingi dg kasanet /paranet
•
Atap
plastik/fiber bergelombang, dilapisi paranet
Bagian
dalam Rumah Pembibitan
•
Rak
dengan tinggi 80-120 cm, lebar 80 cm
Kotak pembibitan dari kayu atau plastik
PENUTUP
Sekecil
apapun pekarangan bisa kita manfaatkan dengan melakukan penataan lahan
pekarangan. Pekarangan merupakan sebidang tanah
darat yang terletak langsung di sekitar rumah tinggal dan jelas batas-batasnya,
karena letaknya di sekitar rumah, maka pekarangan merupakan lahan yang mudah
diusahakan oleh seluruh anggota keluarga dengan memanfaatkan waktu luang yang
tersedia. Pengelolaan
KBD sangat diperlukan untuk mendukung kegiatan pelaksanaan KRPL agar
keberlangsungannya berjalan optimal.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonimous, 2012. Widyakarya Nasional
Pangan dan Gizi (WNPG) X tahun 2012 dengan tema: “Pemantapan Ketahanan Pangan
dan Perbaikan Gizi Masyarakat Berbasis Kemandirian dan Kearifan Lokal”. www.wnpg.org
Ariani, M. 2010. Analisis konsumsi pangan tingkat masyarakat mendukung
pencapaian diversifikasi pangan. Gizi Indon 33(1):20-28
Bappeda dan BPS Sumbar, 2011. Sumatera Barat dalam angka tahun
2011. Bappeda dan Badan Pusat Statistik
Propinsi Sumatera Barat. Padang.
Barthel, S. and C. Isendahl. 2013. Urban gardens,
agriculture, and water management: Sources of resilience for long-term food
security in cities. Ecological Economics
86: 224-234
Calvet-Mir, L., E. Gómez-Baggethun
and V. Reyes-García. 2012. Analysis Beyond food production: Ecosystem services
provided by home gardens. A case study in Vall Fosca, Catalan Pyrenees,
Northeastern Spain. Ecological Economics 74 : 153-160
Davies, Z.G. , R. A. Fuller,, A.
Loram, , K. N. Irvine , V. Sims and K. J. Gaston. 2009. A national scale inventory of resource
provision for biodiversity within domestic gardens. BIOLOGICAL CONSERVATION 142
: 761–771.
Dewan
Ketahanan Pangan, 2009. Draft-4.
Indonesia tahan pangan dan gizi. 55 pp
Indriani, R. 2013. Indonesia tidak akan
kekurangan pangan. Diambil dari http://www.beritasatu.com/nusantara/121383
Mazumdar, S. and Sanjoy Mazumdar. 2012. Immigrant
home gardens: Places of religion, culture, ecology, and family. Landscape and Urban Planning 105: 258–265
Trinh, L.N., , J.W. Watson, N.N. Hue,
N.N. De, N.V. Minh, P. Chu, , B.R.
Sthapit and P.B. Eyzaguirre. 2003. Agrobiodiversity conservation and
development in Vietnamese home gardens. Agriculture, Ecosystems and Environment
97: 317–344